Selasa, 19 Juni 2012

Peranan BK dalam mengembangkan bakat,minat dan potensi

PERANAN BK DALAM MENGEMBANGKAN DIRI SISWA, BAKAT, MINAT DAN POTENSI YANG DIMILIKINYA

BAB I
PENDAHULUAN 

            Pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun suatu bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat menjadi cerdas, terampil dan berbudi pekerti luhur. Makin maju pendidikan di suatu negara, makin maju pula kehidupan bangsa di negara tersebut.. Untuk itulah pemerintah Indonesia terus menerus membenahi sistem pendidikan, sehingga melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 24 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan memiliki kurikulum tersendiri, yang dikenal dengan istilah “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa struktur kurikulum SMA terdiri dari komponen kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa :
Pengembangan diri bukan Guru Pembimbing merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler dan pelayanan konseling; dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
            Pengembangan diri sebenarnya bukan hal baru bagi Guru Bimbingan dan Konseling (Guru Pembimbing). Selama ini Guru Bimbingan dan Konseling sebenarnya sudah melakukan kegiatan pelayanan terhadap peserta didik, yang notabennya merupakan kegiatan pengembangan diri. Hal ini dapat dilihat pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, dikatakan bahwa Bimbingan Konseling merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri danberkembang secara optimal
            Pada intinya, kegiatan pelayanan. Bimbingan dan Konseling harus ada pada setiap satuan pendidikan. Sesuai dengan penyempurnaan kurikulum serta tuntutan era globalisasi dituntut Guru Bimbingan dan Konseling yang profesional.


BAB II
PEMBAHASAN 

A. Hakikat Pelayanan Bimbingan dan Konseling
            Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan usaha membantu siswa dalam mengembangkan kehidupan pribadi, sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karier. Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi pengembangan diri siswa, baik secara individual maupun kelompok, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan serta peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga bertujuan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi siswa. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dilkaksanakan dengan pola 17, yang terdiri dari: empat (4) macam bimbingan, yaitu : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karier; tujuh (7) macam layanan, yaitu : layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok; serta lima (5) kegiatan pendukung, yaitu : aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.
            Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dilaksanakan melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan siswa yang berkenaan dengan permasalahan ataupun kebutuhan tertentu yang dirasakannya. Sedangkan kegiatan pendukung dilaksanakan tanpa harus kontak langsung, dengan tujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kelancaran serta keberhasilan kegiatan pelayanan.
            Pelayanan Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan oleh siswa, dari semenjak mereka memasuki sekolah di hari pertama, yaitu membantu berorientasi terhadap situasi, kondisi dan segala hal baru bahkan dirasakan asing bagi mereka. Lebih dari itu, bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam berorientasi, pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat lebih mendalam menjadi pelayanan konseling individu/kelompok, bukan hanya pelayanan orientasi. Dan, semenjak itulah pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari seorang siswa.
            Peranan Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat sentral, yaitu sebagai komponen yang memberikan pelayanan kepada peserta didik untuk membantunya menuju kearah kemandirian, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat dikelompokan pada pengembangan diri bidang akademik, non akademik, serta psikologis.
1. Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang Akademik
      Guru Bimbingan dan Konseling tidak mengajar pada kelompok mata pelajaran, namun demikian bukan berarti mereka tidak memiliki peranan pada bidang akademik. Justru Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi penunjang keberhasilan siswa pada bidang akademik. Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada bidang akademik dimulai dari saat pertama peserta didik memasuki sekolah, dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya pada bidang akademik.
      Pada Masa Orientasi Siswa (MOS) Guru Bimbingan dan Konseling memberikan pelayanan dalam bentuk pemberian informasi tentang kurikulum, antara lain: macam-macam mata pelajaran yang akan diikuti oleh peserta didik selama satu (1) tahun pembelajaran, persyaratan nilai yang harus dipenuhi, sarana prasarana, (perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain), struktur organisasi sekolah, personil sekolah dan sebagainya, yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan diri siswa pada bidang akademik.
      Setelah proses pembelajaran berlangsung, pelayanan Bimbingan Konseling pada bidang akademik adalah bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran, serta bagi siswa yang duduk di SMA kelas sepuluh (X) semester dua (2) dilakukan penjurusan. Untuk penjurusan Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan biro psikologi yang melaksanakan tes IQ ( tes kecerdasan), agar penjurusan sesuai dengan bakat, minat serta tingkat kecerdasan siswa.
      Pelayanan Bimbingan Konseling pada bidang akademik untuk siswas SMA kelas XII lebih mengarah kepada pengembangan karier, meliputi informasi berbagai macam jurusan di perguruan tinggi, persyaratan untuk memsukinyaa serta prospek masa depan dari perguruan tinggi tersebut. Disamping itu berbagai macam jabatan serta persyaratannya juga merupakan informasi penting yang diberikan oleh pelayanan Bimbingan dan Konseling bagi siswa di SMA kelas XII.
      Bagi siswa yang mengalami kesulitan pada bidang akademik (baik untuk kelas X, XI maupun XII), Guru Bimbingan dan Konseling melakukan konseling individual maupun konseling kelompok. Konseling yang dilakukan biasanya mengenai masalah belajar yang baik, cara membagi waktu, pemilihan jurusan yang sesuai dengan bakat dan minat, cara mengatasi kesulitan belajar, masalah kehadiran siswa di kelas, merencanakan masa depan, dan sebagainya.
      Dalam menangani masalah kesulitan belajar, Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan guru bidang studi, termasuk untuk pelayanan remedial.
2. Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang Non Akademik
      Disamping pada bidang akademik, pelayanan Bimbingan dan Konseling juga dilaksanakan pada bidang non akademik. Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk mengembangkan potensi siswa pada bidang non akademik, sehingga bakat maupun minat peserta didik dapat berkembang secara optimal.
      Pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan kesiswaan menyebarkan angket minat untuk siswa baru pada bidang non akademik, khususnya untuk kegiatan ekstra kurikuler. Angket tersebut sudah disusun berdasarkan identifikasi kebutuhan siswa, dengan patokan tahun sebelumnya. Kemudian angket tersebut dianalisa serta disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan sekolah dengan menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threats). Kegiatan serupa dilaksanakan untuk peserta didik kelas XI dan XII, dengan pertimbangan apakah mereka akan tetap mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang sama atau akan berubah/pindah ke kegiatan ekstra kurikuler yang lain.
      Pelayanan Bimbingan dan Konseling selanjutnya adalah konseling individual/kelompok bagi siswa yang memiliki masalah dengan kegiatan ekstra kurikuler yang sedang dijalaninya.
3. Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang     Psikologis
      Pemahaman aspek psikologis siswa pada institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa yang unik dilihat dari segi perilaku, kepribadian, sikap, minat motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, intelegensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain.
      Tidak ada dua individu yang sama. Perbedaan karakteristik psikologis siswa harus dipahami oleh semua guru. Namun kenyataan tidak semua guru dapat memperhatikan hal tersebut, apalagi guru mata pelajaran yang sering kali dikejar dengan target kurikulum yang harus dipenuhi.
      Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada bidang psikologis meliputi pengembangan pribadi siswa pada bidang psikologis seperti pemahaman terhadap diri sendiri, konsep diri, minat, bakat, kemampuan, sikap, sifat dan sebagainya. Pelayanan ini bertujuan agar siswa lebih memahami dirinya, sehingga dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
B. Menuju Generasi Mandiri, Kreatif dan Inovatif
            Dalam banyak kasus, proses belajar mengajar di Indonesia cenderung menghambat kreativitas atau terkadang menghilangkan daya imajinasi siswa. Keunikan anak sebagai pribadi cenderung kurang dihargai karena pihak guru menuntut keseragaman jawaban atas persoalan yang diajukannya. Berfikir divergen, atau yang menghargai perbedaan dalam mengekspresikan pendapat terhadap suatu cara penyelesaian masalah seringkali ditutup. Kemampuan untuk mernjelajahi berbagai alternatif kurang dipupuk . Akhirnya yang berkembang adalah justru kekakuan.
            Memasuki dunia kompetisi global, sekolah idealnya harus mampu menciptakan sistem yang mengembangkan lingkungan asuh yang memacu siswa agar terbuka terus menerus terhadap perkembangan. Pendidikan yang lebih menekankan hanya kepada daya nalar harus diimbangi dengan kegiatan yang merangsang daya kreatifisme serta kecerdasan emosi. Sedini mungkin sekolah harus mampu menerapkan proses belajar yang mengembangkan nilai-nilai kemandirian, daya kreatifisme, daya inovasi, serta kerjasama.
            Proses belajar mengajar selayaknya lebih mengembangkan ranah kompetensi yang akan dibutuhkan dalam dunia nyata kompetisi. Melalui kegiatan bidang akademik, non akademik, maupun bimbingan pengembangan diri bidang psikologis, potensi siswa yang dikembangkan tidak saja hard competence (kompetensi yang terlihat, misalnya nilai akademis pelajaran), tetapi juga soft competence (kompetensi yang tidak terlihat). Pengembangan aspek nalar harus diimbangi juga dengan pengembangan kecakapan lain seperti orientasi akan pencapaian atau daya juang (Achievement orientation), kecakapan akan pencarian informasi (Information seeking), kecakapan berfikir secara konseptual (Conceptual thinking), kemampuan berfikir analitis (Analytical Thinking), Inisiatif (Initiative), kemampuan bekerjasama dengan orang lain (Teamwork) serta kemampuan memahami orang lain (Interpersonal understanding).
            Pengembangan hard competense dan Soft Competence seperti diuraikan di atas harus mampu disajikan kepada siswa melalui suatu kemasan methodologi yang menarik, menantang, variatif, tetapi secara ekonomis terjangkau untuk diterapkan.
C. Tiga Pilar Utama Pendidikan
            Sukses adalah sebuah formula, bukan fantasi, bukan tujuan, tetapi sebuah perjalanan. Untuk menjadi sukses maka dia harus mengetahui visi hidupnya, menyadari dan terus tumbuh menuju potensi maksimal, dan menaburkan benih dan terus tumbuh menuju potensi maksimal. Tiga faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan suksesnya pembelajaran siswa di sekolah adalah guru, orang tua, dan siswa.
            Ketiga pilar di atas harus memiliki pemahaman / internalisasi yang sama tentang arah dan tujuan akhir dari sistem pembelajaran. Ketika peraturan menteri tahun 2006 menggariskan bahwa tujuan dari pengembangan diri adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan dan mengkekspresikan diri sesuai dengan potensi siswa, maka pihak sekolah berkewajiban menyediakan program yang teritegrasi dan fasilitas yang pendukungnya, orang tua mencukupi dan mendukung konsekuensinya, serta siswa dengan ikhlas dan penuh kesungguhan dan tanggungjawab mengikutinya.
            Permasalahan yang paling utama dalam bimbingan dan konseling adalah kurangnya pemahaman tersebut dari pihak terkait. Peran bimbingan dan konseling sering didefinisikan terlalu sempit sebagai tempat membina siswa yang bermasalah dalam perilaku. Seorang siswa yang dipanggil untuk konseling seolah dia yang memiliki masalah baik prestasi akademis maupun kejiwaan.
            Bagi guru yang mengajar kelompok mata pelajaran atau muatan lokal yang kurang faham akan tujuan pembelajaran, aspek pencapaian akademis yang digambarkan dalam angka-angka atau nilai seolah menjadi tujuan tunggalnya. Bagi dia, tugasnya sudah selesai manakala rata rata kelas siswa sudah sesuai dengan target sekolah dan dia merasa di luar tugasnya lagi menanamkan aspek pengembangan diri siswa. Dia tidak menyadari bahwa dalam banyak kasus mungkin terjadi bahwa nilai tinggi itu dicapai bukan melulu karena peran guru tersebut, melainkan juga karena keikutsertaan siswa dalam penyelenggara bimbingan belajar. Dengan banyaknya drill soal soal latihan yang diberikan oleh bimbingan belajar secara intensif, maka siswa terbiasa menjawab soal.
            Kebermaknaan belajar juga seringkali terabaikan tanpa sadar. Contoh kasus, seorang guru merasa sudah cukup berhasil manakala siswa sudah diberi penugasan mencari artikel di internet lalu tugasnya dikumpulkan dengan tampilan yang menarik sebelum batas waktu yang ditentukan. Bentuk penugasan internet ansich seperti ini tanpa disertai sedikitpun kreatifitas guru akan menjadikan penugasan tersebut hanya berbicara tentang nilai angka yang melayang tanpa makna. Betapa tidak, siswa dengan mudah mencari artikel yang ditugaskan gurunya dengan cara berselancar (browsing) di internet menggunakan mesin pencari (Search engine). Saat artikel telah ditemukan, langsung di pindai (copy paste) ke microsoft word, lalu dicetak, dan jadilah makalah. Namun apakah siswa membacanya atau mendiskusikannya dengan teman temannya ? Sudah barang tentu tidak, karena umumnya tugas tugas internet seperti ini tidak akan ditanyakan dalam ulangan atau ujian. Pernugasan seperti ini telah membuang buang waktu, tenaga dan biaya tanpa makna pembelajaran, karena guru yang kurang kreatif cenderung akan menilai tugas siswa dari tampilan kulitnya, sehingga tugas internetnya nyaris tak lebih baik dari tugas pengumpulan kliping di masa lalu.
            Dengan tugas yang sama, Guru yang mampu memaknai tujuan akhir pembelajaran pasti akan menggunakan pendekatan lain. Dia akan membagi siswa menjadi beberapa kelompok, membagi topik yang harus dicari di internet per kelompok, dan meminta mereka mempresentasikan di depan kelompok lain tentang tugasnya itu. Dia sadar betul bahwa melalu pelajarannya dia juga bertugas mengembangkan nilai nilai kerjasama antar siswa, kemampuan berkomunikasi, berekspresi, berinteraksi, pencarian informasi, berbeda pendapat, serta daya analitis siswa didiknya. Penilaian tidak lagi didasarkan atas tampilan cover makalah, melainkan totalitas nilai usaha yang telah dia lakukan, termasuk tercermin di dalamnya penguasaan akan materi. Inilah kebermaknaan, Guru yang kreatif selalu akan bisa menemukan cara bagaimana menciptakan budaya pembelajaran sesungguhnya (the real learning culture), bagaimana mengejar kebermaknaan belajar, bagaimana mengemas materi yang diajarkannya dengan cara cara yang attraktif bagi siswanya.
            Orang tua yang memahami tujuan pembelajaran akan sepenuhnya mendukung dari belakang langkah langkah yang dilakukan sekolah dalam mengembangkan seluruh potensi anaknya. Secara sendiri ataupun melalui komite sekolah dia akan secara aktif dan dinamis memberikan masukan masukan yang konstruktif untuk perbaikan system. Dia juga akan kritis terhadap cara cara pembelajaran yang dilaksanakan asal asalan, tidak berorientasi masa depan, dan tidak tanggap terhadap perubahan lingkungan. Dia bertindak dan bersikap bijak bahwa tanggungjawab pendidikan tidaklah tertumpu hanya pada sekolah, tetapi dirinya juga memiliki andil terhadap kesuksesan dan kegagalan anaknya. Untuk itu, pengawasan yang arief dan penuh cinta terhadap anak anaknya senantiasa dia lakukan. Dia tidak selalu tampil sebagai hakim yang selalu menyalahkan anak, namun sebagai panutan dan pembimbing di luar sekolah. Dia tidak bertindak sebagai penuntut hak terhadap sekolah, melainkan sebagai partner dalam optimalisasi pengembangan diri anak.
            Bagi siswa, memahami tujuan pembelajaran berarti memaknai bahwa kepergiannya ke sekolah bukan semata mata mencari ijazah atau nilai. Jangkauannya lebih jauh dari itu, dia sadar betul bahwa dirinya sedang berperan mempersiapkan fondasi masa depannya. Fondasi yang kokoh harus dia pancangkan agar tercipta bangunan masa depan yang kokoh, yang tahan terhadap kemungkinan tantangan alam terbesar sekalipun. Rasa tanggung jawabnya yang besar mengalahkan segala keinginan jangka pendeknya yang seringkali menyesatkan. Berbekal hal tersebut, maka dia tampil menjadi sosok yang memiliki daya juang (fighting spirit) yang tinggi, berinisiatif, berfikir di luar kebiasaan (thinking out of the box), innovatif, dan disertai dengan pribadi yang menyenangkan semua pihak.
D. Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Potensi Siswa
            Dari uraian di atas, nampak bahwa pengembangan diri siswa dimulai dengan merancang program untuk optimalisasi potensi ketiga pilar yakni guru, orang tua, dan siswa. Untuk itu peran guru bimbingan dan konseling menjadi sangat sentral dalam sebuah sekolah.
1. Guru BK sebagai Change Agent (Agen perubahan)
      Penulis sampaikan dua kutipan untuk menjelaskan betapa pentingnya seorang guru Bimbingan dan Konseling memahami perubahan.
ü      Nothing is permanent but change. You cannot step twice into the same river, for other waters are always flowing in. (Heraclitus). Tak ada yang permanent kecuali perubahan, kita tak bias melangkah masuk ke dalam sungai yang airnya sama karena air yang lain selalu mendesak mengalir yang sebelumnya
ü      Our real problem, then, is not our strength today; it is rather the vital
necessity of action today to ensure our strength tomorrow
. (Dwight D.
Eisenhower).Masalah kita sebenarnya bukanlah kekuatan kita pada hari ini; tetapi
kepentingan mendesak untuk melakukan sesuatu pada hari ini yang bisa
menjamin kekuatan kita esok hari
      Memahami perannya yang sentral, tugas guru bimbingan dan konseling yang harus dilakukan pertama kali adalah memahami dan memaknai tentang langgengnya proses perubahan. Dengan menyadari hal tersebut, selanjutnya dirinya diharapkan mampu menyesuaikan dengan perubahan itu, dan selanjutnya barulah dia bisa diharapkan menjadi change agent atau agen perubahan bagi yang lain.
      Seorang guru bimbingan dan konseling harus terbiasa mengidentifikasi tentang tantangan bangsa masa depan di segala bidang, selanjutnya dia analisis apa saja yang akan menjadi kesempatan dan tantangan bagi siswa nya di kemudian hari, dan terakhir dia akan tuangkan hasil analisis itu dalam program program pengembangan diri yang harus diikuti siswa untuk menghadapi tantangan tersebut.
      Dia akan senantiasa belajar dan belajar untuk mengubah dirinya sehingga kemampuan, ketrampilan, wawasan, dan kepribadiannya tumbuh dan berkembang. Perubahannya akan dia transformasikan kepada orang lain di sekelilingnya sesuai dengan peran dan fungsinya di lingkungannya.
      Sebagai agen perubahan, maka dia harus memprioritaskan untuk meletakkan landasan yang kokoh kepada guru, siswa, dan orang tua. tentang paradigma belajar. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai, keberanian, dan keuletan yang ditunjang oleh kemampuan komunikasi serta kepribadian.
      Seorang guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki program yang berkesinambungan dan variatif untuk menanamkan paradigma belajar ini dan yakin bahwa konsep tersebut dilaksanakan dalam keseharian. Saat paradigma belajar sudah difahami semua pihak, selanjutnya guru Bimbingan dan konseling harus membangun sistem yang memfasilitasi semua kegiatan sedang menuju kepada optimalisasi tercapainya tujuan pembelajaran. Guru Bimbingan dan Konseling harus mampu menciptakan standar, prosedur, buku pedoman, buku panduan, manual, format, serta formulir sebagai acuan para guru dan siswa dalam melaksanakan program. Namun demikian, standarisasi ini tetap dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua program sejalan dengan tujuan pembelajaran dan bukan untuk mempersulit guru atau memasung kreativitas.
2. Guru Bimbingan Konseling Sebagai Integrator
      Potensi yang tersimpan pada para guru, orang tua, dan siswa harus mampu dikemas bimbingan dan konseling menjadi sebuah program yang mengembangkan kompetensi siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
      Guru bimbingan dan konseling harus mengetahui lebih awal tentang profil siswa dan guru. Dia harus mengenali secara umum, berada pada kwadran manakah para siswanya, apakah dia termasuk type promotor, fasilitator, analytical, atau controller.
      Setelah guru bimbingan dan konseling mengidentifikasi masing masing siswa, maka kewajibannya adalah mengembangkan segala hal yang positif yang ada pada diri siswa dan meminimumkan hal-hal negatif. Melalui program yang telah dipersiapkan, guru bimbingan dan konseling harus memanfaatkan potensi guru, para orang tua, bahkan para alumni untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi masing masing siswa sesuai kondisi psikhologisnya.
      Sebagai integrator, dia harus faham bahwa setiap siswa memiliki potensi dan bisa dikembangkan secara optimum sesuai dengan kapasitasnya. Kompetensi siswa harus difasilitasi dengan suhu, tanah, dan lingkungan yang kondusif untuk partumbuhannya.
3. Program Pengembangan Potensi Siswa
      Program yang baik idealnya dilakukan dengan memperhatikan masing-masing siswa sebagai individu yang unique atau berbeda satu sama lainnya. Dalam beberapa hal kondisi ini bisa dilaksanakan. Meskipun tak jarang juga sulit dilaksanakan dalam banyak hal mengingat kendala siswa, guru, dan kemampuan sekolah.
      Banyak program pengembangan diri yang bagus jika dilaksanakan, namun memerlukan biaya yang sangat mahal. Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan dengan mempertimbangkan biaya, fasilitas, dan keahlian yang terjangkau:
  1. Perbaikan terhadap proses belajar mengajar yang menekankan pada kebermaknaan
  • Penugasan yang mengembangkan aspek pengembangan diri selain pengembangan nalar;
  • Make the students learn by themselves untuk kreativitas, cukup berikan rambunya saja;
  • Berikan tugas yang menantang dan attractif, hubungkan dengan kondisi lingkungan makro (perkembangan di masyarakat);
  • Buatkan siswa presentasi ttg penemuan, hasil wawancara dsb.
  • Buatkan majalah dinding yang menantang dan attractif;
  • Majalah sekolah yang menantang;
  • Hidupkan milis yang ilmiah.
  • Outward bound kepemimpinan yang diselenggarakan oleh alumni;
  • Penyelenggaraan seminar rutin oleh siswa tentang aktualisasi diri;
  • Penyelenggaraan pelatihan dengan melibatkan ahli sebagai nara sumber;
  • Mengikuti berbagai kompetisi.
  1. Optimalisasi Media komunikasi yang ada agar lebih Challenging
  1. Program Ekstrakurikuler

  1. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
  • Kerjasama dengan instansi terkait;
  • Kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta;
  • Mencari sponsor sebagai pendukung berbagai kegiatan untuk menekan pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA 

Dr. E. Mulyasa, M.Pd. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Dr. E. Mulyasa, M.Pd. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Suryani, Yeni. 2008. Makalah Korelasi Antara Peran BK dengan Optimalisasi Potensi Siswa untuk Menghadapi Tuntutan Perubahan Lingkungan. Jakarta.

1 komentar: