PERANAN BK DALAM MENGEMBANGKAN
DIRI SISWA, BAKAT, MINAT DAN POTENSI YANG DIMILIKINYA
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun suatu bangsa. Melalui
pendidikan suatu bangsa dapat menjadi cerdas, terampil dan berbudi pekerti
luhur. Makin maju pendidikan di suatu negara, makin maju pula kehidupan bangsa
di negara tersebut.. Untuk itulah pemerintah Indonesia terus menerus membenahi
sistem pendidikan, sehingga melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 24 Tahun 2006
mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan memiliki kurikulum tersendiri,
yang dikenal dengan istilah “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa struktur kurikulum SMA terdiri dari komponen kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa :
Pengembangan diri bukan Guru Pembimbing merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler dan pelayanan konseling; dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa struktur kurikulum SMA terdiri dari komponen kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa :
Pengembangan diri bukan Guru Pembimbing merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler dan pelayanan konseling; dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Pengembangan diri sebenarnya bukan hal baru bagi Guru Bimbingan dan Konseling
(Guru Pembimbing). Selama ini Guru Bimbingan dan Konseling sebenarnya sudah
melakukan kegiatan pelayanan terhadap peserta didik, yang notabennya merupakan
kegiatan pengembangan diri. Hal ini dapat dilihat pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Tahun 2004, dikatakan bahwa Bimbingan Konseling merupakan
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok,
agar mandiri danberkembang secara optimal
Pada intinya, kegiatan pelayanan. Bimbingan dan Konseling harus ada pada setiap
satuan pendidikan. Sesuai dengan penyempurnaan kurikulum serta tuntutan era
globalisasi dituntut Guru Bimbingan dan Konseling yang profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan usaha membantu siswa dalam
mengembangkan kehidupan pribadi, sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan
dan pengembangan karier. Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi
pengembangan diri siswa, baik secara individual maupun kelompok, sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan serta peluang yang dimiliki.
Pelayanan ini juga bertujuan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta
masalah yang dihadapi siswa. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah
dilkaksanakan dengan pola 17, yang terdiri dari: empat (4) macam bimbingan,
yaitu : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karier; tujuh (7) macam layanan,
yaitu : layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran,
konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok; serta lima (5)
kegiatan pendukung, yaitu : aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi
kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dilaksanakan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung dengan siswa yang berkenaan dengan permasalahan
ataupun kebutuhan tertentu yang dirasakannya. Sedangkan kegiatan pendukung
dilaksanakan tanpa harus kontak langsung, dengan tujuan untuk mempermudah dan
meningkatkan kelancaran serta keberhasilan kegiatan pelayanan.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan oleh siswa, dari semenjak
mereka memasuki sekolah di hari pertama, yaitu membantu berorientasi terhadap
situasi, kondisi dan segala hal baru bahkan dirasakan asing bagi mereka. Lebih
dari itu, bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam berorientasi, pelayanan
Bimbingan dan Konseling dapat lebih mendalam menjadi pelayanan konseling
individu/kelompok, bukan hanya pelayanan orientasi. Dan, semenjak itulah
pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dan tidak
terpisahkan dari seorang siswa.
Peranan Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat sentral, yaitu sebagai
komponen yang memberikan pelayanan kepada peserta didik untuk membantunya
menuju kearah kemandirian, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pelayanan Bimbingan
dan Konseling dapat dikelompokan pada pengembangan diri bidang akademik, non
akademik, serta psikologis.
1. Pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang Akademik
Guru Bimbingan dan Konseling tidak mengajar pada kelompok mata pelajaran, namun
demikian bukan berarti mereka tidak memiliki peranan pada bidang akademik.
Justru Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi penunjang keberhasilan siswa
pada bidang akademik. Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada bidang akademik
dimulai dari saat pertama peserta didik memasuki sekolah, dengan tujuan agar
siswa dapat mengembangkan potensi dirinya pada bidang akademik.
Pada Masa Orientasi Siswa (MOS) Guru Bimbingan dan Konseling memberikan
pelayanan dalam bentuk pemberian informasi tentang kurikulum, antara lain:
macam-macam mata pelajaran yang akan diikuti oleh peserta didik selama satu (1)
tahun pembelajaran, persyaratan nilai yang harus dipenuhi, sarana prasarana,
(perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain), struktur organisasi sekolah,
personil sekolah dan sebagainya, yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan
diri siswa pada bidang akademik.
Setelah proses pembelajaran berlangsung, pelayanan Bimbingan Konseling pada
bidang akademik adalah bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran, serta bagi
siswa yang duduk di SMA kelas sepuluh (X) semester dua (2) dilakukan
penjurusan. Untuk penjurusan Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama dengan
biro psikologi yang melaksanakan tes IQ ( tes kecerdasan), agar penjurusan
sesuai dengan bakat, minat serta tingkat kecerdasan siswa.
Pelayanan Bimbingan Konseling pada bidang akademik untuk siswas SMA kelas XII
lebih mengarah kepada pengembangan karier, meliputi informasi berbagai macam
jurusan di perguruan tinggi, persyaratan untuk memsukinyaa serta prospek masa
depan dari perguruan tinggi tersebut. Disamping itu berbagai macam jabatan
serta persyaratannya juga merupakan informasi penting yang diberikan oleh
pelayanan Bimbingan dan Konseling bagi siswa di SMA kelas XII.
Bagi siswa yang mengalami kesulitan pada bidang akademik (baik untuk kelas X,
XI maupun XII), Guru Bimbingan dan Konseling melakukan konseling individual
maupun konseling kelompok. Konseling yang dilakukan biasanya mengenai masalah
belajar yang baik, cara membagi waktu, pemilihan jurusan yang sesuai dengan
bakat dan minat, cara mengatasi kesulitan belajar, masalah kehadiran siswa di
kelas, merencanakan masa depan, dan sebagainya.
Dalam menangani masalah kesulitan belajar, Guru Bimbingan dan Konseling
bekerjasama dengan guru bidang studi, termasuk untuk pelayanan remedial.
2. Pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang Non Akademik
Disamping pada bidang akademik, pelayanan Bimbingan dan Konseling juga
dilaksanakan pada bidang non akademik. Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk
mengembangkan potensi siswa pada bidang non akademik, sehingga bakat maupun
minat peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) Guru Bimbingan dan Konseling bekerjasama
dengan kesiswaan menyebarkan angket minat untuk siswa baru pada bidang non
akademik, khususnya untuk kegiatan ekstra kurikuler. Angket tersebut sudah
disusun berdasarkan identifikasi kebutuhan siswa, dengan patokan tahun
sebelumnya. Kemudian angket tersebut dianalisa serta disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan sekolah dengan menggunakan analisis SWOT (Strenght,
Weakness, Opportunity, Threats). Kegiatan serupa dilaksanakan untuk peserta
didik kelas XI dan XII, dengan pertimbangan apakah mereka akan tetap mengikuti
kegiatan ekstra kurikuler yang sama atau akan berubah/pindah ke kegiatan ekstra
kurikuler yang lain.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling selanjutnya adalah konseling
individual/kelompok bagi siswa yang memiliki masalah dengan kegiatan ekstra
kurikuler yang sedang dijalaninya.
3. Pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada Pengembangan Diri Bidang
Psikologis
Pemahaman aspek psikologis siswa pada institusi pendidikan memiliki kontribusi
yang sangat berarti dalam pengembangan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa yang unik dilihat dari
segi perilaku, kepribadian, sikap, minat motivasi, perhatian, persepsi, daya
pikir, intelegensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis yang berbeda antara
siswa yang satu dengan yang lain.
Tidak ada dua individu yang sama. Perbedaan karakteristik psikologis siswa
harus dipahami oleh semua guru. Namun kenyataan tidak semua guru dapat
memperhatikan hal tersebut, apalagi guru mata pelajaran yang sering kali
dikejar dengan target kurikulum yang harus dipenuhi.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada bidang psikologis meliputi pengembangan
pribadi siswa pada bidang psikologis seperti pemahaman terhadap diri sendiri,
konsep diri, minat, bakat, kemampuan, sikap, sifat dan sebagainya. Pelayanan
ini bertujuan agar siswa lebih memahami dirinya, sehingga dapat berkembang
sesuai dengan potensi yang dimiliki.
B. Menuju
Generasi Mandiri, Kreatif dan Inovatif
Dalam banyak kasus, proses belajar mengajar di Indonesia cenderung menghambat
kreativitas atau terkadang menghilangkan daya imajinasi siswa. Keunikan anak
sebagai pribadi cenderung kurang dihargai karena pihak guru menuntut
keseragaman jawaban atas persoalan yang diajukannya. Berfikir divergen, atau
yang menghargai perbedaan dalam mengekspresikan pendapat terhadap suatu cara
penyelesaian masalah seringkali ditutup. Kemampuan untuk mernjelajahi berbagai
alternatif kurang dipupuk . Akhirnya yang berkembang adalah justru kekakuan.
Memasuki dunia kompetisi global, sekolah idealnya harus mampu menciptakan
sistem yang mengembangkan lingkungan asuh yang memacu siswa agar terbuka terus
menerus terhadap perkembangan. Pendidikan yang lebih menekankan hanya kepada
daya nalar harus diimbangi dengan kegiatan yang merangsang daya kreatifisme
serta kecerdasan emosi. Sedini mungkin sekolah harus mampu menerapkan proses
belajar yang mengembangkan nilai-nilai kemandirian, daya kreatifisme, daya
inovasi, serta kerjasama.
Proses belajar mengajar selayaknya lebih mengembangkan ranah kompetensi yang
akan dibutuhkan dalam dunia nyata kompetisi. Melalui kegiatan bidang akademik,
non akademik, maupun bimbingan pengembangan diri bidang psikologis, potensi
siswa yang dikembangkan tidak saja hard competence (kompetensi yang terlihat,
misalnya nilai akademis pelajaran), tetapi juga soft competence (kompetensi
yang tidak terlihat). Pengembangan aspek nalar harus diimbangi juga dengan
pengembangan kecakapan lain seperti orientasi akan pencapaian atau daya juang
(Achievement orientation), kecakapan akan pencarian informasi (Information
seeking), kecakapan berfikir secara konseptual (Conceptual thinking), kemampuan
berfikir analitis (Analytical Thinking), Inisiatif (Initiative), kemampuan
bekerjasama dengan orang lain (Teamwork) serta kemampuan memahami orang lain
(Interpersonal understanding).
Pengembangan hard competense dan Soft Competence seperti diuraikan di atas
harus mampu disajikan kepada siswa melalui suatu kemasan methodologi yang
menarik, menantang, variatif, tetapi secara ekonomis terjangkau untuk
diterapkan.
C. Tiga
Pilar Utama Pendidikan
Sukses adalah sebuah formula, bukan fantasi, bukan tujuan, tetapi sebuah
perjalanan. Untuk menjadi sukses maka dia harus mengetahui visi hidupnya,
menyadari dan terus tumbuh menuju potensi maksimal, dan menaburkan benih dan
terus tumbuh menuju potensi maksimal. Tiga faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan suksesnya pembelajaran siswa di sekolah adalah guru, orang tua,
dan siswa.
Ketiga pilar di atas harus memiliki pemahaman / internalisasi yang sama tentang
arah dan tujuan akhir dari sistem pembelajaran. Ketika peraturan menteri tahun
2006 menggariskan bahwa tujuan dari pengembangan diri adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan dan mengkekspresikan diri sesuai dengan
potensi siswa, maka pihak sekolah berkewajiban menyediakan program yang
teritegrasi dan fasilitas yang pendukungnya, orang tua mencukupi dan mendukung
konsekuensinya, serta siswa dengan ikhlas dan penuh kesungguhan dan
tanggungjawab mengikutinya.
Permasalahan yang paling utama dalam bimbingan dan konseling adalah kurangnya
pemahaman tersebut dari pihak terkait. Peran bimbingan dan konseling sering
didefinisikan terlalu sempit sebagai tempat membina siswa yang bermasalah dalam
perilaku. Seorang siswa yang dipanggil untuk konseling seolah dia yang memiliki
masalah baik prestasi akademis maupun kejiwaan.
Bagi guru yang mengajar kelompok mata pelajaran atau muatan lokal yang kurang
faham akan tujuan pembelajaran, aspek pencapaian akademis yang digambarkan
dalam angka-angka atau nilai seolah menjadi tujuan tunggalnya. Bagi dia,
tugasnya sudah selesai manakala rata rata kelas siswa sudah sesuai dengan
target sekolah dan dia merasa di luar tugasnya lagi menanamkan aspek
pengembangan diri siswa. Dia tidak menyadari bahwa dalam banyak kasus mungkin
terjadi bahwa nilai tinggi itu dicapai bukan melulu karena peran guru tersebut,
melainkan juga karena keikutsertaan siswa dalam penyelenggara bimbingan
belajar. Dengan banyaknya drill soal soal latihan yang diberikan oleh bimbingan
belajar secara intensif, maka siswa terbiasa menjawab soal.
Kebermaknaan belajar juga seringkali terabaikan tanpa sadar. Contoh kasus,
seorang guru merasa sudah cukup berhasil manakala siswa sudah diberi penugasan
mencari artikel di internet lalu tugasnya dikumpulkan dengan tampilan yang
menarik sebelum batas waktu yang ditentukan. Bentuk penugasan internet ansich
seperti ini tanpa disertai sedikitpun kreatifitas guru akan menjadikan
penugasan tersebut hanya berbicara tentang nilai angka yang melayang tanpa
makna. Betapa tidak, siswa dengan mudah mencari artikel yang ditugaskan gurunya
dengan cara berselancar (browsing) di internet menggunakan mesin pencari
(Search engine). Saat artikel telah ditemukan, langsung di pindai (copy paste)
ke microsoft word, lalu dicetak, dan jadilah makalah. Namun apakah siswa
membacanya atau mendiskusikannya dengan teman temannya ? Sudah barang tentu
tidak, karena umumnya tugas tugas internet seperti ini tidak akan ditanyakan
dalam ulangan atau ujian. Pernugasan seperti ini telah membuang buang waktu,
tenaga dan biaya tanpa makna pembelajaran, karena guru yang kurang kreatif
cenderung akan menilai tugas siswa dari tampilan kulitnya, sehingga tugas
internetnya nyaris tak lebih baik dari tugas pengumpulan kliping di masa lalu.
Dengan tugas yang sama, Guru yang mampu memaknai tujuan akhir pembelajaran
pasti akan menggunakan pendekatan lain. Dia akan membagi siswa menjadi beberapa
kelompok, membagi topik yang harus dicari di internet per kelompok, dan meminta
mereka mempresentasikan di depan kelompok lain tentang tugasnya itu. Dia sadar
betul bahwa melalu pelajarannya dia juga bertugas mengembangkan nilai nilai
kerjasama antar siswa, kemampuan berkomunikasi, berekspresi, berinteraksi,
pencarian informasi, berbeda pendapat, serta daya analitis siswa didiknya.
Penilaian tidak lagi didasarkan atas tampilan cover makalah, melainkan
totalitas nilai usaha yang telah dia lakukan, termasuk tercermin di dalamnya
penguasaan akan materi. Inilah kebermaknaan, Guru yang kreatif selalu akan bisa
menemukan cara bagaimana menciptakan budaya pembelajaran sesungguhnya (the real
learning culture), bagaimana mengejar kebermaknaan belajar, bagaimana mengemas
materi yang diajarkannya dengan cara cara yang attraktif bagi siswanya.
Orang tua yang memahami tujuan pembelajaran akan sepenuhnya mendukung dari
belakang langkah langkah yang dilakukan sekolah dalam mengembangkan seluruh
potensi anaknya. Secara sendiri ataupun melalui komite sekolah dia akan secara
aktif dan dinamis memberikan masukan masukan yang konstruktif untuk perbaikan
system. Dia juga akan kritis terhadap cara cara pembelajaran yang dilaksanakan
asal asalan, tidak berorientasi masa depan, dan tidak tanggap terhadap
perubahan lingkungan. Dia bertindak dan bersikap bijak bahwa tanggungjawab pendidikan
tidaklah tertumpu hanya pada sekolah, tetapi dirinya juga memiliki andil
terhadap kesuksesan dan kegagalan anaknya. Untuk itu, pengawasan yang arief dan
penuh cinta terhadap anak anaknya senantiasa dia lakukan. Dia tidak selalu
tampil sebagai hakim yang selalu menyalahkan anak, namun sebagai panutan dan
pembimbing di luar sekolah. Dia tidak bertindak sebagai penuntut hak terhadap
sekolah, melainkan sebagai partner dalam optimalisasi pengembangan diri anak.
Bagi siswa, memahami tujuan pembelajaran berarti memaknai bahwa kepergiannya ke
sekolah bukan semata mata mencari ijazah atau nilai. Jangkauannya lebih jauh
dari itu, dia sadar betul bahwa dirinya sedang berperan mempersiapkan fondasi
masa depannya. Fondasi yang kokoh harus dia pancangkan agar tercipta bangunan
masa depan yang kokoh, yang tahan terhadap kemungkinan tantangan alam terbesar
sekalipun. Rasa tanggung jawabnya yang besar mengalahkan segala keinginan
jangka pendeknya yang seringkali menyesatkan. Berbekal hal tersebut, maka dia tampil
menjadi sosok yang memiliki daya juang (fighting spirit) yang tinggi,
berinisiatif, berfikir di luar kebiasaan (thinking out of the box), innovatif,
dan disertai dengan pribadi yang menyenangkan semua pihak.
D. Peran
Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Potensi Siswa
Dari uraian di atas, nampak bahwa pengembangan diri siswa dimulai dengan
merancang program untuk optimalisasi potensi ketiga pilar yakni guru, orang
tua, dan siswa. Untuk itu peran guru bimbingan dan konseling menjadi sangat
sentral dalam sebuah sekolah.
1. Guru BK
sebagai Change Agent (Agen perubahan)
Penulis sampaikan dua kutipan untuk menjelaskan betapa pentingnya seorang guru
Bimbingan dan Konseling memahami perubahan.
ü
Nothing is permanent but change. You cannot step twice into the same river,
for other waters are always flowing in. (Heraclitus). Tak ada yang
permanent kecuali perubahan, kita tak bias melangkah masuk ke dalam sungai yang
airnya sama karena air yang lain selalu mendesak mengalir yang sebelumnya
ü
Our real problem, then, is not our strength today; it is rather the vital
necessity of action today to ensure our strength tomorrow. (Dwight D.
Eisenhower).Masalah kita sebenarnya bukanlah kekuatan kita pada hari ini; tetapi
kepentingan mendesak untuk melakukan sesuatu pada hari ini yang bisa
menjamin kekuatan kita esok hari
necessity of action today to ensure our strength tomorrow. (Dwight D.
Eisenhower).Masalah kita sebenarnya bukanlah kekuatan kita pada hari ini; tetapi
kepentingan mendesak untuk melakukan sesuatu pada hari ini yang bisa
menjamin kekuatan kita esok hari
Memahami perannya yang sentral, tugas guru bimbingan dan konseling yang harus
dilakukan pertama kali adalah memahami dan memaknai tentang langgengnya proses
perubahan. Dengan menyadari hal tersebut, selanjutnya dirinya diharapkan mampu
menyesuaikan dengan perubahan itu, dan selanjutnya barulah dia bisa diharapkan
menjadi change agent atau agen perubahan bagi yang lain.
Seorang guru bimbingan dan konseling harus terbiasa mengidentifikasi tentang
tantangan bangsa masa depan di segala bidang, selanjutnya dia analisis apa saja
yang akan menjadi kesempatan dan tantangan bagi siswa nya di kemudian hari, dan
terakhir dia akan tuangkan hasil analisis itu dalam program program
pengembangan diri yang harus diikuti siswa untuk menghadapi tantangan tersebut.
Dia akan senantiasa belajar dan belajar untuk mengubah dirinya sehingga
kemampuan, ketrampilan, wawasan, dan kepribadiannya tumbuh dan berkembang.
Perubahannya akan dia transformasikan kepada orang lain di sekelilingnya sesuai
dengan peran dan fungsinya di lingkungannya.
Sebagai agen perubahan, maka dia harus memprioritaskan untuk meletakkan
landasan yang kokoh kepada guru, siswa, dan orang tua. tentang paradigma
belajar. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai, keberanian, dan
keuletan yang ditunjang oleh kemampuan komunikasi serta kepribadian.
Seorang guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki program yang
berkesinambungan dan variatif untuk menanamkan paradigma belajar ini dan yakin
bahwa konsep tersebut dilaksanakan dalam keseharian. Saat paradigma belajar
sudah difahami semua pihak, selanjutnya guru Bimbingan dan konseling harus
membangun sistem yang memfasilitasi semua kegiatan sedang menuju kepada
optimalisasi tercapainya tujuan pembelajaran. Guru Bimbingan dan Konseling
harus mampu menciptakan standar, prosedur, buku pedoman, buku panduan, manual,
format, serta formulir sebagai acuan para guru dan siswa dalam melaksanakan
program. Namun demikian, standarisasi ini tetap dimaksudkan untuk meyakinkan
bahwa semua program sejalan dengan tujuan pembelajaran dan bukan untuk
mempersulit guru atau memasung kreativitas.
2. Guru
Bimbingan Konseling Sebagai Integrator
Potensi yang tersimpan pada para guru, orang tua, dan siswa harus mampu dikemas
bimbingan dan konseling menjadi sebuah program yang mengembangkan kompetensi
siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Guru bimbingan dan konseling harus mengetahui lebih awal tentang profil siswa
dan guru. Dia harus mengenali secara umum, berada pada kwadran manakah para
siswanya, apakah dia termasuk type promotor, fasilitator, analytical, atau
controller.
Setelah guru bimbingan dan konseling mengidentifikasi masing masing siswa, maka
kewajibannya adalah mengembangkan segala hal yang positif yang ada pada diri
siswa dan meminimumkan hal-hal negatif. Melalui program yang telah
dipersiapkan, guru bimbingan dan konseling harus memanfaatkan potensi guru,
para orang tua, bahkan para alumni untuk dapat menggali dan mengembangkan
potensi masing masing siswa sesuai kondisi psikhologisnya.
Sebagai integrator, dia harus faham bahwa setiap siswa memiliki potensi dan
bisa dikembangkan secara optimum sesuai dengan kapasitasnya. Kompetensi siswa
harus difasilitasi dengan suhu, tanah, dan lingkungan yang kondusif untuk
partumbuhannya.
3. Program
Pengembangan Potensi Siswa
Program yang baik idealnya dilakukan dengan memperhatikan masing-masing siswa
sebagai individu yang unique atau berbeda satu sama lainnya. Dalam beberapa hal
kondisi ini bisa dilaksanakan. Meskipun tak jarang juga sulit dilaksanakan
dalam banyak hal mengingat kendala siswa, guru, dan kemampuan sekolah.
Banyak program pengembangan diri yang bagus jika dilaksanakan, namun memerlukan
biaya yang sangat mahal. Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya, fasilitas, dan keahlian yang terjangkau:
- Perbaikan terhadap proses belajar mengajar yang menekankan pada kebermaknaan
- Penugasan yang mengembangkan aspek pengembangan diri selain pengembangan nalar;
- Make the students learn by themselves untuk kreativitas, cukup berikan rambunya saja;
- Berikan tugas yang menantang dan attractif, hubungkan dengan kondisi lingkungan makro (perkembangan di masyarakat);
- Buatkan siswa presentasi ttg penemuan, hasil wawancara dsb.
- Buatkan majalah dinding yang menantang dan attractif;
- Majalah sekolah yang menantang;
- Hidupkan milis yang ilmiah.
- Outward bound kepemimpinan yang diselenggarakan oleh alumni;
- Penyelenggaraan seminar rutin oleh siswa tentang aktualisasi diri;
- Penyelenggaraan pelatihan dengan melibatkan ahli sebagai nara sumber;
- Mengikuti berbagai kompetisi.
- Optimalisasi Media komunikasi yang ada agar lebih Challenging
- Program Ekstrakurikuler
- Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
- Kerjasama dengan instansi terkait;
- Kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta;
- Mencari sponsor sebagai pendukung berbagai kegiatan untuk menekan pembiayaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. E.
Mulyasa, M.Pd. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Dr. E.
Mulyasa, M.Pd. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.
Suryani,
Yeni. 2008. Makalah Korelasi Antara Peran BK dengan Optimalisasi Potensi
Siswa untuk Menghadapi Tuntutan Perubahan Lingkungan. Jakarta.
maKASIH
BalasHapus